Pengalaman Pahit :(

Gue lagi berfikir nih.

Berfikir keras.

Kenapa banyak orang bisa berdamai dengan hewan sementara gue enggak?

Bukan berarti gue ga pernah pelihara hewan. Gini nih, waktu kecil gue sering gonta-ganti peliharaan.

Waktu umur 5 tahun, keluarga gue pelihara ikan laut di aquarium. Lucu-lucu bentuknya, warnanya rame-rame (warna apa itu rame-rame? entahlah). Gue begitu terpukau dengan keindahan mereka, sampai-sampai gue ga sengaja membuat mereka mabok. Gue puter-puterin airnya seolah-olah sedang ada badai. Secara mereka itu hewan laut, harusnya mereka udah terbiasa dengan badai bukan? Tapi ternyata pemikiran gue salah, mereka tidak tahan banting dan Oma gue memutuskan untuk gausah pelihara hewan dulu sampai gue bisa mengerti apa itu rasa mengasihi.

Kemudian gue pelihara kecebong. Banyak banget kecebong yang gue pelihara dengan baik, gue beri mereka ketenangan hidup, gue pungut mereka dari got, tapi apa! Apa!! Setelah mereka jadi katak, mereka lupak sama gue. Mereka pergi tanpa pamit! Cih!


Demikianlah gue tumbuh menjadi perempuan dewasa. Pada umur 6 tahun gue dan ade gue dibeliin kelinci dari puncak. Bulunya enyak buat dipencet-pencet. Kemudian entah mengapa mereka kabur dan kami gak punya kelinci lagi.

Ga selesai sampai disitu, orangtua gue yang lagi keranjingan hidup ala Yin dan Yang memutuskan membuat kolam ikan yang isinya ikan koi gede-gede. Aha! Gue senang sekali! Ada tempat main baru! Setiap sebulan sekali kolam dibersihin, gue yang emang suka memperhatikan orang lain mencermati betul cara mas pembersih menguras kolam ikan. Pada suatu minggu, ketika dirumah lagi gaada pembantu, gue sama ade gue beralasan pengen nonton doraemon supaya ga ikut ke gereja. Ketika kami berdua dirumah, entah setan apa yang merasuki pikiran kami sehingga kami mengadakan pesta bajak laut. Bersama dengan satu temen main gue, kami bertiga mengarungi samudera dengan ember cucian dan saling meluncurkan misil pake koran yang dibulet-buletin. Koran itu kertas men, kertas kalo kena air jadi apa? Ancur. Dan penuhlah kolam dengan kehancuran kertas koran. Tentu kami punya rasa tanggung jawab yang besar, kami bersihkan kolam. Seperti yang udah gue bilang diatas, gue mencermati cara ngebersihin kolam ikan. Pertama, semua ikan dan kura-kura harus dipindahkan ke ember bersih. Kemudian keluarkan air baru sikat kolamnya. Sedikit improvisasi, yang gue tau sabun itu gunanya buat mengubah barang kusam menjadi bersih, jadi gue sikat kolamnya pake sabun colek dengan pengaharapan nyokap gua akan bilang "Anak mama pinter banget.. Makasih ya sayang,kolamnya jadi cling!". Yak betul, beberapa jam kemudian ikannya pada ngambang, pas ortu gue pulang gue diomelin terus temen gue diusir pulang gapake ditawarin makan. Lesson to learn: Nguras kolam gausah pake sabun.

Nasib mempertemukan gue dengan hamster. Kami pelihara sepasang hamster, itu juga dikasih tetangga. Hamster itu lucu tapi bauk. Gue paling sebel kalo dapet giliran ngebersihin kandang. Setelah lama menanti, hamster gue hamil, lalu meninggal saat melahirkan. Anaknya? Meninggal juga, soalnya baru sempet keluar sampe pinggang eh mamanya keburu dipanggil Tuhan. Gue lumayan sedih, dan kami hanya menggelar penguburan sederhana didepan rumah. Besokannya, papa hamster menunjukkan tanda-tanda ketidakwarasan. Dia mulai joging dari pagi sampe malem sampe pagi lagi berhari-hari dan akhirnya meninggal karena lelah. Demikianlah...

Setelah hamster, seinget gue kami gak punya peliharaan lagi.

Oh!

Ada peliharaan, tapi gak resmi. Setelah musibah yang datang bertubi-tubi itu, ketika gue SMP, seekor kucing hamil mampir di tempat jemuran rumah gue. Gue yang terpengaruh sinetron Winnie The Pooh waktu itu, berharap si kucing bisa ngomong juga dan kami bisa menjalankan persahabatan antar makhluk. Gue pelihara dia, gue kasih ikan asin, kasih minum susu, tapi tetep dia gabisa ngomong. Lalu beranaklah dia, tapi apa! Apa!!! Setelah beranak dia kabur! Dan sejak saat itu gue ga mau lagi berurusan sama kucing.

Waktu SMA gue gapunya peliharaan. Gue masih memendam rasa sakit yang mendalam karena pengalaman pahit itu semua.

Ketika kuliah gue mulai membuka hati dengan pelihara anak ayam yang gue beri nama Laura. Tapi bapak kost gue jijik lihat Laura, ditambah Laura suka "piyep piyep" setiap waktu, mengganggu ketenangan kosan. Oke! Gue mengalah. Gue jual Laura ke mama ayam di kebun Mbak Sasha. Sekilas dia nampak bahagia, gue pun tenang meninggalkan dia bersama kaumnya disana. Masalah muncul ketika besokannya gue liwat situ, gue tidak menemukan Laura bersama kawanan ayam lainnya. *jeng2effect* Kemana Laura???



Mana... Mana anakku... Mana....

Share:

0 komentar